08 Juli, 2008

KETERLIBATAN BETANG BORNEO DALAM PENGELOLAAN HUTAN ADAT KALAWA

Beranjak dari keinginan masyarakat Kampung Kalawa yang sepakat untuk terus mempertahankan kawasan hutan gambut Kalawa, menurut warga bahwa hutan gambut yang harus dilestarikan.

Upaya dan keinginan masyarakat ini juga kemudian didukung oleh kebijakan Damang Kepala Adat Kahayan Hilir yang mengeluarkan surat keputusan tentang pengelolaan kawasan hutan ini pada tanggal 5 Juni 2005 yang lalu, bertepatan dengan peringatan hari lingkungan hidup.


Namun demikian sudah pasti bahwa tekad masyarakat dan kebijakan Damang Kepala Adat ini membutuhkan dukungan dan tindak lanjut dari segenap pihak, terutama dari NGOs. Kebutuhan nyata untuk mengelola kawasan ini oleh masyarakat adalah melakukan penguatan kelembagaan masyarakat, menggali dan mengetahui potensi yang ada dalam kawasan dan mendorong publikasi pelestarian kawasan ini. Ini artinya dibutuhkan berbagai kegiatan nyata yang dapat difasilitasi oleh Organisasi Nonpemeritah (NGO)

Deklarasi Hutan Gambut Kampung Kalawa [yang disebut masyarakat dengan Hutan Adat Kampung Kalawa] pada tanggal 5 Juni 2005 adalah tonggak awal dari sebuh proses menuju kelestarian hutan gambut di kampung itu. Keseriusan masyarakat ini didukung juga secara moral oleh banyak pihak yang bersedia dan menyempatkan diri hadir dalam deklarasi tersebut, seperti ; Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Bupati Kabupaten Pulang Pisau dan pejabat lainnya serta berbagai NGO Nasional dan Internasional, seperti WWF, BOS Foundation, CARE International Indonesia, Wetlands International Indonesia.

Inisiatif lokal ini sebetulnya sangat berdampak bagi upaya-upaya mencegah semakin rusaknya hutan gambut, seperti upaya pencegahan kebakaran hutan, menghindari kepunahan spesies langka dan unik serta mempertahankan keragaman hayati hutan gambut yang masih ada. Warga Kampung Kalawa masih memegang nilai-nilai yang masih diingat dan dijadikan pandangan hidup untuk kemudian berusaha diterapkan lagi secara arif menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi kekinian.

Beranjak dari pemikiran diatas, yang menjadi penting adalah perlunya proses rekonstruksi dan revitalisasi terhadap nilai-nilai kearifan konservasi local. Dalam
upaya rekonstruksi dan revitalisasi hutan adat Kalawa, sebagai lembaga yang konsen terhadap isu ini yayasan betang borneo Kalteng merasa perlu untuk terjun langsung dan melakukan advokasi, sebagai upaya dan inisiatif pengelolaan hutan adat.

Dalam Hal ini Yayasan Betang Borneo bekerja sama sekaligus sebagai fasilitator dalam “Pengorganisasian Rakyat, menuju Hak Kelola Rakyat atas Hutan Adat”.

Tidak ada komentar: